Total Tayangan Halaman

Minggu, 13 Januari 2013

Your life is valuable lesson for me :’)


             Kita tahu, bahwa manusia di dunia ini tidak ada yang sempurna, begitu juga dengan saya. Kali ini saya ingin berbagi cerita tentang salah satu pengalaman berharga dalam hidup saya. Sekitar 3 tahun yang lalu, ketika saya sedang  berjalan-jalan sendirian untuk membuang rasa jenuh, saya kebetulan bertemu dengan salah seorang ibu yang sudah agak tua, usianya sekitar 48 tahun. Beliau duduk sendirian dan terlihat seperti orang kebingungan sambil menunggu kereta yang akan datang. Lalu saya menghampiri beliau, karena kebetulan kursi tempat ibu tersebut kosong. Sambil menunggu kereta yang datang, saya tiba-tiba mendapatkan dorongan untuk bertanya kepada ibu tersebut, dan akhirnya saya mulai menyapa ibu tersebut. “selamat siang bu, mengapa ibu terlihat seperti kebingungan?” tanya saya. Ibu itu menjawab “saya memang sedang bingung nak, saya bingung bagaimana besok untuk makan dan untuk membayar pengobatan anak saya yang sedang dirawat di rumah sakit” ibu itu tiba-tiba langsung menceritakan keluh kesahnya.
Lalu saya bertanya, “memang anak ibu sedang sakit apa?”. Ibu itu mengatakan “anak saya terkena tumor dibagian leher, dan pengobatannya semakin mahal saja, dan saya tidak tahu harus mencari uang kemana untuk membayar pengobatan anak saya” wajah ibu itu sekejap berubah menjadi sedih dan mengeluarkan air mata. Kemudian saya bertanya, “memang suami ibu kemana?”. Ibu itu menjawab “ suami saya sudah meninggal 2 tahun yang lalu, dan saya sekarang hanya tinggal berdua dengan anak saya”, “apakah di jakarta ibu tidak memiliki sanak saudara?” tanya saya. “saya anak yatim piatu dan saya tidak memiliki siapapun didunia ini kecuali anak saya” jelas ibu itu.
Sehingga saat keretapun datang, kami berdua menaiki kereta tersebut dan saya hampir saja lupa memperkenalkan diri saya. “oh iya bu, nama saya Shira, nama ibu siapa? Tanya saya. “nama ibu Aminah nak”. “ibu akan turun di stasiun apa?” tanya saya. “saya akan turun di stasiun jayakarta nak”. Saya bertanya “apa ibu aminah tidak membeli tiket?”. Ibu Aminah menjawab, “saya tidak punya uang untuk membeli tiket kereta nak”. “apa ibu tidak mendapat masalah jika tidak membeli tiket?” tanya saya. “ibu pernah diusir keluar paksa, dan pernah sempat dipukul oleh petugas”. Dalam hati, saya hanya bisa meringis dan tidak habis pikir kenapa bisa ada hal-hal seperti itu. Saya hanya bisa mengatakan kepada ibu Aminah “ibu harus terus bersabar ya, semoga ibu mendapatkan jalan keluar yang terbaik untuk musibah yang telah menerpa keluarga ibu “. Sebelum ibu turun, saya menjabat tangan ibu dan menyelipkan selembar uang 50 ribu dengan harapan bisa membantu ibu Aminah.
Pintu kereta terbuka dan ibu Aminah mengucapkan terima kasih. Ketika ibu Aminah turun dan berjalan keluar, tiba-tiba kaki saya berjalan menuruni kereta. Dalam hati saya bertanya-tanya, “kenapa saya turun dari kereta?”, “apakah saya telah dibohongi?”, ketika saya turun dari kereta muncul semua pertanyaan-pertanyaan tersebut. Sehingga akhirnya saya memutuskan untuk mengikuti ibu Aminah.
Saya mengikuti ibu Aminah dari belakang, selama hampir setengah jam saya mengikuti beliau sehingga saya sampai disebuah perkampungan kumuh di daerah pinggiran stasiun jayakarta. “Speechless!” engga bisa berkata apa-apa lagi. Saya terus mengikuti ibu Aminah sampai ke rumahnya, dan tak kalah mengejutkan lagi, rumahnya hanya terbuat dari kardus dan kayu yang sudah tua. Dalam hati, “tempat apa itu?”, “apa tempat seperti itu bisa dikatakan tempat yang layak untuk ditinggali?”. Saya mulai termenung dan bertanya-tanya sendiri. “kenapa? Kenapa ya Allah ada hal yang seperti ini?”. Sambil terdiam dan terus memerhatikan rumah ibu Aminah. Saya melihat ibu Aminah keluar rumah pergi ke sebuah warung kecil, terlihat ibu Aminah sedang membeli beberapa kebutuhan rumah tangga, lalu ibu Aminah pulang kembali kerumahnya.
Sekitar setengah jam saya menunggu di sekitar rumah ibu Aminah, terlihat ibu Aminah keluar rumah membawa tas dan berjalan keluar dari perkampungan rumah ibu Aminah tinggal. Saya memutuskan mengikuti ibu Aminah kembali, dengan rasa penasaran yang terus memuncak. Kini perjalanan cukup lumayan jauh, dan ketika ibu Aminah naik angkot, saya hampir saja kehilangan jejaknya dan akhirnya langsung sigap menaiki bajaj yang kebetulan lewat dan langsung meminta supir bajaj tersebut mengikuti angkot tersebut. Saya agak lupa apa nama rumah sakitnya, karena saya kurang mengenali daerah sekitar.
Setibanya dirumah sakit, saya masih terus mengikuti ibu Aminah yang akan memasuki ruang rawat inap kelas 3. Sekejap suasana berubah menjadi hening ketika saya melihat ibu Aminah tengah membelai kepala seorang bocah lelaki yang sedang tertidur ruang rawat inap kelas 3 itu. Air mata saya mulai jatuh, berusaha mengatakan pada diri saya. “itu nyata ra!”, “apa yang kamu lihat saat ini benar adanya”. Dari luar kamar, saya terus memperhatikan ibu Aminah dan anaknya. Saya sangat kasihan dan prihatin sekali. Melihat fasilitas rumah sakit yang kurang memadai, kamar yang di isi 10 orang pasien membuat kamar tersebut menjadi panas dan terlihat sesak. Tapi anak ibu Aminah tidak mengeluh, mungkin anak ibu Aminah sudah mengerti apa yang telah mereka alami.
Saya berjalan keluar dan tersentak melihat keadaan yang baru saja lihat. Rasa sedih yang luar biasa melanda diri saya. “kenapa anak ibu Aminah tidak bisa mendapatkan perawatan yang layak? Apa karena ibu Aminah orang miskin jadi harus mendapatkan perlakuan kasar? Kenapa tidak ada orang yang membantunya?”. Sepanjang perjalanan pulang, saya hanya bisa termenung dan berdoa didalam hati. Ya Allah, bantulah ibu Aminah agar ia bisa melewati cobaan dalam hidupnya, berikan kesembuhan kepada anak ibu Aminah agar bebannya menjadi berkurang. Sore itu merupakan pertemuan yang sangat mengharukan untuk saya. Awalnya saya mengira ibu Aminah akan menipu saya dengan semua ceritanya. Namun semua pikiran negatif tentang ibu Aminah hilang ketika saya melihat kondisi tempat tinggal ibu Aminah dan anak ibu Aminah yang tengah dalam perawatan.
Setelah kejadian tersebut, banyak sekali pelajaran hidup yang saya peroleh. Ibu Aminah adalah seorang ibu yang berjiwa besar, sabar yang pernah saya temui. Meskipun itu pertemuan pertama dan terakhir untuk saya dengan beliau, tapi saya sangat bersyukur. Berkat beliau saya jadi tahu rasanya kehidupan kota yang keras, perjuangan, kasih sayang masih teringat sampai saat ini. Saya hanya bisa berharap rakyat kecil bisa hidup layaknya manusia normal, mendapatkan tempat tinggal yang layak, diperlakukan dengan adil dan semestinya. Saya juga berharap rakyat kecil juga diberikan bantuan jika mereka sedang mengalami musibah dan membutukan fasilitas rumah sakit dan makanan.
Setelah 3 tahun berlalu, alhamdulillah akhirnya doa dan harapan saya terkabul. Akhirnya jakarta memiliki pemimpin yang sangat peduli dengan rakyat kecil. Walaupun baru saat ini bisa terealisasikan, tapi saya masih terus berharap dengan adanya pemimpin yang peka seperti saat ini, saya berharap tidak ada lagi ibu Aminah-ibu Aminah yang lainnya lagi yang akan hidup kesusahan di tengah ibukota yang semakin padat ini.